Jumat, 22 Februari 2008

Filsafat Burung Merpati

Pontianak, 18 Januari 2003

Dalam keyakinan saya pada Khalik, sang pencipta, saya sering merenung, akan apa yang diciptakannya. Sebisa mungkin mengambil hikmah hidup darinya, bercermin dan belajar memahaminya, secara mendalam, sebisa akal menjangkaunya. Salah satu dari cernaan itu adalah kemauan untuk belajar filsafat hidup, dari makhluk ciptaan lainnya, yang hidup disekitar kita. Kali ini yang bisa kita jadikan cermin untuk dipelajari dan dipetik hikmahnya adalah Burung MERPATI.

Dalam banyak hal, merpati sering dijadikan simbol, baik perdamaian, kesetiaan juga kesucian. Ada pertanyaan mengapa demikian. Hal ini lebih dikarenakan merpati memiliki tiga sifat dasar yang sangat patut dicontoh, atau dipelajari oleh manusia, agar menjadi manusia yang berakhlak dan bermoral, menghormati hak dan wilayah pemilikan, orang lain atas kepunyaan mereka. Diantaranya adalah sbb:

1. SETIA :
Cobalah amati burung merpati betina yang memasuki usia dewasa, untuk reproduksi. Jika merpati jantan pertama kali mendekati dan berhubungan (kawin), dengannya, maka besok pagi atau hari selanjutnya, dia akan senantiasa mengekor pada si jantan, kemanapun si jantan pergi. Prilaku ini diikuti dengan menolak jika ada jantan lain yang berusaha mendekati untuk tujuan kawin. Kemana-mana mereka berdua, cari makanpun demikian, jantan akan mematuk untuk memancing sibetina makan.

2. TOLONG MENOLONG :
Jika masa perkawinan membuahkan hasil, si betina bertelur, maka ia akan memasuki masa mengeram. Telur beberapa butir itu akan ditunggui secara bergantian. Jika betina makan, maka sang jantan akan menggantikan posisinya untuk mengerami dan menghangatkan telur benih mereka, itu berlangsung terus hingga telur menetas. Menjadi anak-merpati baru yang mungil.

3. ANTI KEKERASAN :
Pengalaman ini dialami sendiri oleh orangtua saya, bahwa merpati tidak sudi, menyaksikan pertumpahan darah dan kekerasan juga kematian. Jika seseorang memelihara merpati, maka sebelum kematian menjemputnya, merpati telah lebih dahulu meninggalkan sarangnya. Ketika jaman pertempuran antara Jepang dengan Sekutu, burung merpati yang jumlahnya ribuan ekor, punya kakek saya yang menghuni rumah, pohon mangga, plafon, berterbangan pergi, tanpa seekorpun yang tertinggal, ternyata dua hari kemudian pasukan Jepang membombardir kota Ambon, dengan bom dari udara, sehingga berjatuhan banyak korban, termasuk pohon mangga tempat mereka biasa berteduh.

Inilah sekilas perenungan dalam memahami filsafat hidup makhluk, di sekitar kita. Alangkah indahnya hidup yang disertai prinsip merpati, dimana kesetiaan dan anti kekerasan bersemayam dalam jiwa kita. Semoga saya tidak keliru dalam memahami ini.(*)

Tidak ada komentar: